Jumat, 27 Juni 2014

JALAN SUNYI CINTA

Sepoi-sepoi angin malam nyata dan maya turut membawa lirih syair sunyi:

Sekeping hati dibawa berlari
jauh melalui jalanan sepi
jalan kebenaran indah terbentang
di depan matamu, para pejuang

tapi jalan kebenaran, tak akan selamanya sepi
ada ujian yang datang melanda
ada perangkap menunggu mangsa

Akan kuatkah kaki yang melangkah
bila disapa duri yang menanti
Akan kaburkah mata yang menatap
pada debu yang pastikan hinggap

berharap senang dalam berjuang bagai merindu rembulan di tengah siang
JalanNya tak seindah sentuhan mata
pangkalnya jauh, ujungnya belum tiba..

(Saujana, Suci Sekeping Hati)

***

Banyak orang yang memilih keramaian, karena yang terlihat di sana adalah sukacita kendati fana. Dan sedikit yang memilih untuk menepi dari kegerahan ramai lalu merebah diri dalam sunyi, di bawah teduh Kasih Sang Maha Pengasih.

Ini bukan hanya tentang kisah memadu tali kasih antara dua jiwa manusia, --karena pasti ruang terbesar alam sadar kita lalu memerah semu dan membayang candu padanya atas kata ‘cinta’--. Ini tentang keberadaan nyata kita yang tersangkut pada akar-akar kehidupan, terjerat jebakan-jebakan mangsa kebuasan, terkurung jaring-jaring bangsa penguasa. Hingga rasanya tidak ada jalan selain membawa luka, melarikan diri dalam arus sungai yang mengalir deras menuju muara, lalu terseret ombak menuju pantai kawanan buih-buih. Tidak banyak yang berlari melawan arus untuk mendaki ketinggian diri dalam kekalutan. Tidak banyak yang melihat lalu meraih tali-tali akar menggantung yang halus dalam rabun kepanikan. Tidak banyak yang menemukan batang-batang pohon kokoh terjulur di bawah air keruh yang menghanyutkan.

Menepi dari keramaian fana berarti melawan arus deras penistaan harga diri fitri manusiawi. Memilih sunyi berarti hanya mengharap jawab dan puji dari Sang Maha Menjawab dan Maha Terpuji. Hingga kita saksikan bahwa ramai berlomba mencaci dan sunyi menjadi karib hari-hari. Dan ketika mereka yang berjubah kawan akhirnya memilih lisan lawan, tinggallah sunyi dan Sang Maha Suci yang benar-benar mengenali diri.

Katakan pada cinta;
“Bekerjasamalah denganku!”
Lalu berikan padanya catatan mimpi-mimpimu
Yang merangkum warna-warna indah dalam keabadian
Warna-warna celupan dari Sang Maha Kasih
Yang tak terkontaminasi polusi paradigma

Dan rasakanlah, bahwa getarannya kini adalah getaran iman,
Saat bibir dan lidah lahir-batinmu akrab dengan pemilik sejatinya

Dan nikmatilah, bahwa kehangatan itu menjadi karib sunyimu,
Saat keramaian menolak akrab pada putusan pemilihan sadarmu


***

Dan katakanlah: ((Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan)).”
(At-Taubah : 105)

Rabu, 25 Juni 2014

Me and Tears


Dalam kesedihan dan kegembiraan,
ketulusanmu selalu dekat dengan air matamu.

Walaupun pandanganmu terburamkan oleh air mata,
sebetulnya hatimu mengerti bahwa Tuhan tersenyum penuh kasih menantikan ketulusan hatimu.

Tak ada tangisan yang lebih indah
daripada tangisanmu yang menyerahkan beban berat
yang seharusnya telah lama kau serahkan kepada Tuhanmu.

Serahkanlah semua bebanmu. Sebab tuhan tersanjung menerima penyerahanmu.
Itu sebab Ia kau sebut sebagai Tuhan.





Mario Teguh

Allah : The One and Only

Tuhan, izinkanku menulis keindahanMu oleh tangan yang hina ini..


..


Ada orang yang sibuk menimbun harta
Ada orang yang sibuk membual kata
Ada pula yang sibuk memainkan wanita
Tak lupa kusebutkan untuk mereka yang sibuk mempertahankan kedudukan bernama tahta..

Tapi
Disini
Kini
Aku yang sendiri
Memilih jalan yang lain Ya Rabbi..

Aku ingin sibuk bersamaMu.. Membangun kesyukuran penuh makna atas anugerahMu.. Bermesra denganMu.. Bebicara dengan cinta atasMu..
karena ku yakin dalam detikku,
adalah seni Engkau mencintaiku..
Itu sebab Kau ku sebut sebagai tuhan..

Kau memberi penuh pertolongan, manghadirkan karunia dengan paripurna kesempurnaan, mambangun cinta dengan fondasi iman..


...



Sang Maha.
Izinkan ku memanggil Engkau dengan kata itu. Inilah kata yang ku ungkap. Hadir atas serpihan cinta yang meluap.
Dengan segala kesempurnaan yang membalut atas Mu, rasanya kata “Sang Maha” pantas kau sandang tanpa pengecualian.
Sebab kebaikanMu tak terkata..
Nafas, Hidup, Orangtua, Cinta, Cita, dan segalanya..

Tapi, apa balasku??
Aku selalu meminta engkau mendengarkanku disaat seakan aku tak mendengarMu,
Aku selalu mengeluh atas ujianMu, padahal kau telah bersumpah dalam kitabMu bahwa Kau tidak akan membebani sesuatu diluar kesanggupanku..

Inilah yang membuat doaku tak terakhiri, karena ku tahu inilah saat yang tepat dimana aku lebih dekat dengan airmata, sebab Engkau bahagia dengan harapan yang selalu menyapa..

maka, maafkan aku

..

Melalui catatan yang hina ini ku turut berdoa,
Ya Allah, demi cintaku padaMu, dan demi kesungguhanku untuk menjadi sebaik-baik pribadi, izinkan aku memohon : Usap lembut hatiku, jadikan aku orang yang berjiwa tenang, yang kelak akan menghadapMu dengan wajah yang bercahaya. Dan semoga Engkau menghitung peluhku sebagai sesuatu yang akan memberatkan timbangan kebaikanku di akhirat kelak.

..

Ini sebuah catatan kecil untukmu dan aku sendiri.
Untukmu saudaraku, sudah saatnya engaku malu pada tuhanmu. Tentang kekecewaan yang tak berujung. Tentang emosi yang tak pantas. Tentang keluh kesah yang berlebihan. Karena semua itu adalah pengkhianatan! padaNya dan untukmu sendiri.
Ketahuilah, bahwa ia memberi lebih dari yang kau minta. Mendengar lebih dari yang kau ucap. Dan mengabulkan lebih dari yang kau mohon..
Karena kau tahu??
Allah mencintaimu lebih dari yang kau tahu..

Allah, terungkap rasa cinta yang mendalam dariku untukMu ..
tak lupa namaMu kusebut dalam kehidupanku, di awal dan di akhir..
“Mengapa di akhir?”,
Agar tak ada lagi yang ku ingat setelah Engkau.